RAKYATKU.COM, PALU - Sepasang suami istri bernama Langguasa dan Jumburia, hidup dan menetap di Dusun Kalinjo, Tompu, Kapopo, Sigi. Mereka berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Saat istrinya masak, sang suami kemudian mengambil dedaunan dari sebatang pohon, yang mereka sendiri tidak mengetahui namanya. Dedaunan itu direbus dan menjadi sayur bening. Ternyata rasanya enak.
"Eva bau. Narasa (seperti ikan. Enak)," kata Jumburia kepada suaminya itu.
Kelezatan sayur tanpa nama itupun menyebar. Hingga ke telinga Sang Magau (Raja) Bengge di Sigi. Maka, Magau mendatangi rumah sepasang suami istri itu. Keduanya menyuguhkan makanan dan sayuran tak bernama tersebut kepada Magau.
"Sanga na hi uta kelo (namanya sayur kelor)," kata Magau Bengge memberi nama sayur itu.
Begitulah penggalan cerita turun temurun mengenai sayur kelor yang dituturkan Nirmala Larengi. Ia adalah Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI) Kabupaten Sigi.
Selama ini kelor memang menjadi sayuran khas masyarakat etnis Kaili, etnis asli Kota Palu. Orang mengenal sayur kelor hanya dua jenis masakan. Dengan cara disantan dicampur pisang muda dan dengan cara dibuat sayur bening.
Bagi masyarakat Kaili, tidak lengkap rasanya jika makan siangnya tidak dilengkapi dengan sayur kelor. Di Sigi, sayur ini disebut dengan Uta Kelo.
APJI Sulawesi Tengah kemudian mengkreasi daun kelor ini dalam 183 jenis makanan dan minuman.
Ketua APJI Provinsi Sulawesi Tengah, Asmartati Tombolotutu mengatakan, antara lain jenis makanan dan minuman itu adalah teh kelor, jus kelor, bakpao kelor, mie kriuk kelor, donat kelor, perkedel kelor, kroket kelor, serundeng kelor, tempe orek cabe ijo kelor dan pizza kelor.
"Ada juga tepung kelor," katanya.
Sebanyak 183 jenis makanan dan minuman berbahan dasar kelor itu, dipamerkan dalam Festival Kelor Palu di Anjungan Nusantara, Pantai Talise, Palu, Senin (5/12/2016) pagi. Jenis makanan dan minuman itu kemudian mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia.
"Saya tertarik dengan teh kelor dan beberapa penganan dari kelor untuk saya bawa pamerkan di Spanyol nanti," Kata Ketua Umum Pimpinan Pusat APJI, Rahayu Setyowati.
Dari semua jenis makanan dan minuman berbahan dasar kelor itu, tepung kelor yang sangat menarik perhatian. Tepung kelor berwarna agak kecoklatan yang kemudian dicampur dan menjadi banyak jenis penganan.
Nirmala Larengi menjelaskan, dia yang pertama kali membuat tepung kelor itu. Semua bahannya dari daun kelor murni tanpa campuran apapun. Pasarnya masih sangat terbatas di internal anggota APJI Sulteng dengan harga yang cukup mahal.
"Saya menjualnya seharga Rp 15 ribu per ons, atau Rp 150 ribu per kilogram," katanya.
Nirmala Larengi nenawarkan harga semahal itu, karena semuanya masih dikerjakan secara manual.
"Saya hanya menumbuknya dengan lesung besar," katanya tanpa menjelaskan secara detail cara membuat tepung kelor itu.
Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola memberi perhatian serius terhadap kreasi para pengusaha katering di daerahnya mengembangkan resep makanan dan minuman dari kelor. Gubernur dua periode itu kemudian menginstruksikan kepada seluruh pejabat di lingkungannya, untuk menanam kelor di halaman rumah masing-masing.
"Saya saja menanam kelor di halaman rumah jabatan. Jadi nanti saya akan datangi rumah para pejabat untuk mengecek, ada atau tidak pohon kelor di rumah mereka," kata Gubernur.
Apalagi, kata Gubernur, sejumlah penelitian ilmiah mengenai manfaat kelor itu sudah lama dirilis.
"Dari literatur yang saya baca, ada sekitar 200 manfaat daun kelor itu," ujarnya.
Oleh karena itu, Gubernur berjanji akan mendorong kelor sebagai sayuran khas masyarakat Kaili, untuk dikembangkan lebih luas lagi, sehingga dapat menembus pasar internasional.
http://ift.tt/2gYSe7N
0 Response to "Dari Sulteng, Kuliner Daun Kelor Siap-siap Mendunia - Rakyatku.Com"
Posting Komentar